Thursday, September 07, 2006

Investigative Reporting Adalah…
Sungguh menarik, jika kita terus menelusuri perkembangan hasil liputan investigasi para wartawan dunia maupun Indonesia. Lalu, sebenarnya apakah investigative reporting itu sendiri?

Jika ditelaah dari sisi bahasa, kata “reporting” berasal dari kata bahasa Latin reportare. Kata Latin tersebut berarti membawa sesuatu dari suatu tempat (Williams, 1978:5). Penggunaan kata ini terus berkembang. Dikaitkan dengan jurnalistik, kata ini merujuk pada laporan yang cepat, tajam, akurat, dan dua sisi (cover both story).

Bagaimana dengan kata “investigative”? Kata ini juga berasal dari kata bahasa Latin: vestigium. Kata “vestigium” merujuk pada jejak kaki. Wiliams (1978) memberi contoh kata “vestigium” dengan menganalogikan wartawan yang memburu siang-malam untuk mendapatkan predator. Wartawan ini tidak hanya duduk menunggu saja. Ia mengikuti jejak kaki sang predator, memanjat pohon, mengamati batuan, untuk mendapatkan tanda keberadaan predator. Dalam penantian siang-malam, ia merencanakan langkah berikutnya. Akhirnya, predator tertangkap, dan si pemburu memunculkannya ke hadapan publik. Williams menganologikan wartawan sebagai pemburu.

Meskipun telah dijelaskan lewat pengertian bahasa tersebut, mungkin beberapa di antara kita masih menyatakan bahwa semua reporter “berinvestigasi” ketika mereka akan menulis laporannya. Berdasarkan pernyataan ini, istilah investigative reporting akan “goyah.” Jika memakai pernyataan tersebut, laporan cuaca, tulisan yang dibuat berdasarkan pengamatan di kehidupan malam, laporan in-depth di halaman muka surat kabar tentang kasus politik yang menimpa anggota parlemen, bakal terlihat “investigatif.”

Istilah investigative reporting memang booming sejak tahun 1990-an. Banyak jurnalis yang menggunakan istilah ini. Melihat hal ini, Carl Bernstein berpendapat lain. Ia menyatakan ketidaksetujuannya atas mitos paska-Watergate; banyak kerancuan terhadap penggunaan istilah investigative reporting. Karena itu, Bernstein justru menyarankan lebih baik menggunakan istilah lain, yakni saturation reporting. Ia mendeskripsikan definisi saturation reporting sebagai komitmen sumber yang membuat reporter menggali setiap fakta, mengarahkan reporter terhadap ratusan wawancara jika diperlukan, dan benar-benar membuat reporter mempelajari subyek sebelum ia mencetak atau menyiarkan ke publik.

Karena adanya kerancuan penggunaan istilah tersebut, sampai-sampai Eugene Roberts, editor Philadelphia Inquirer, tidak mau menggunakan istilah investigative reporter di medianya. Alasannya, “Not because we don’t believe in it or practice it…we do…but we also find the term mislead and confuses. To many people it means a crook…ferreting out wrongdoer…and this I think is too narrow a definition at the Inquirer.” Tapi, ia sempat mengartikan investigative reporting sebagai “freeing a reporter from normal constraint of time and space, and letting the reporter really inform the public about the situasion of vital importance. It means coming to grips with a society far too complex to be covered merely with feature or the old inverted pyramid wire service sort of story.”

Banyaknya istilah dan kerancuan penggunaan kata , penulis akan memakai definisi yang dikemukakan oleh Bob Greene, reporter Newsday, Amerika Serikat, tentang investigative reporting. Bob Greene adalah salah seorang penerima penghargaan Pulitzer. Greene mendefinisikan investigative reporting: “It’s reporting, [primarily] through one’s own work product and initiative, matters of importance which some persons or organizations wish to keep secret.” Lalu ia menambahkan, “The three basic elements are that the investigation be the work of the reporter, not a report of an investigation made by someone else; that the subject of the story involves something of reasonable importance to the reader or viewer; and that others are attempting to hide these matters from the public” (Ullman, 1995:2). Definisi Greene tersebut hingga kini dijadikan rujukan oleh banyak orang.

Hampir sama dengan pendapat Greene, Goenawan Mohammad sempat memberikan pandangan singkat istilah investigative reporting. GM–panggilan akrab Goenawan Mohammad dari TEMPO– menyebut investigative reporting sebagai jurnalisme “membongkar kejahatan” (Andreas Harsono, 1999). Ada suatu kejahatan yang biasanya ditutup-tutupi. Wartawan yang baik akan mencoba mempelajari dokumen-dokumen bersangkutan dan membongkar keberadaan tindak kejahatan di belakangnya.

GM memandang investigative reporting sebagai sebuah paham jurnalisme. Tak salah juga, selain GM, Hugo de Burgh (de Burgh, 2000:9) juga memandang investigative reporting sebagai paham jurnalisme. Burgh, secara terang-terangan memakai istilah investigative journalism. Ia memandang investigative journalism merupakan proses bekerja jurnalis investigasi. Jurnalis investigasi adalah seseorang, tak memandang laki atau perempuan, yang mempunyai profesi keharusan menemukan kebenaran dan mengidentifikasikannya dalam media massa.

Burgh menekankan profesi jurnalis investigasi hampir sama dengan profesi lainnya, seperti polisi, pengacara, atau pun jaksa. Kenapa hampir sama? Jika ditarik benang merah, investigative reporting mempunyai elemen membongkar hal-hal yang salah, seperti dari kebobrokan hukum. Penulisan investigasi tidak selalu berkutat pada kesalahan atau kebobrokan institusi negara, tapi terfokus pada seseorang atau organisasi yang melakukan kesalahan atau pun kelalaian (Ullman, 1995:3).

Karena sering membongkar “kebobrokan” seseorang atau organisasi, Burgh mengkaitkan dengan Jurnalisme Perlawanan atau Jurnalisme Menentang (dissenting journalism). Tapi, Jurnalisme Perlawanan atau Menentang tidaklah sama dengan investigative reporting, walaupun keberadaannya sangat dekat. Sebagai reporter berita, seseorang dapat saja menyatakan sikap menentang terhadap sebuah institusi atau keadaan, tapi ia tidak dapat menjangkau bukti-bukti yang mendalam menyangkut kebobrokan situasi atau institusi. Berbeda halnya dengan reporter investigasi.

(tulisan ini merupakan bagian dari skripsi S1 saya di Fakultas Komunikasi Universitas Padjajaran tahun 2003; judul: INVESTIGATIVE REPORTING DI TV, Studi Deskriptif Dengan Pendekatan Kualitatif Terhadap Proses Kerja Tim “Metro Realitas” Metro TV Dalam Melakukan Investigative Reporting).

No comments: